Senin, 16 Januari 2012


Tes Acuan Patokan
BAB I
PENDAHULUAN

Konsep baru dalam pengukuran proses pembelajaran yang berpusat pada pebelajar (learned-centered) adalah penilaian yang berpusat pada pebelajar (learner-centered assessment ). Definisi learner-centered assessment sejajar dengan definisi tradisional test acuan patokan, sebagai element inti dari pembelajaran yang didesain secara sistematis. Tipe test ini penting untuk mengevaluasi perkembangan pebelajar dan kualitas pembelajaran. Hasil dari tes acuan patokan memberikan indikasi instuktur seberapa baik pebelajar mampu mencapai setiap tujuan pembelajaran, dan mengindikasikan komponen mana dari pembelajaran yang bisa berjalan dengan baik, dan komponen mana yang perlu direvisi. Selain itu juga, tes acuan patokan memungkinkan pebelajar untuk merefleksikan diri dengan mengaplikasikan kriteria untuk menilai hasil kerja mereka sendiri.

Berhubungan dengan hal tersebut di atas perlu dibahas bagaimana menyusun dan membangun aspek penilaian dalam pembelajaran yang mencakup semua jenis kegiatan yang digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik setelah menyelesaikan unit pembelajaran. Maka hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan tes acuan patokan?
2. Bagaimana cara menyusun dan mengembangkannya?


Pembahasan makalah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmu dan pengetahuan kepada semua yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, khususnya mahasiswa Teknologi Pendidikan dalam menyusun instrumen penilaian untuk mengetahui prestasi belajar siswa.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Tes Acuan Patokan
Tes acuan patokan adalah salah satu dari model pengembangan desain instruksional Dick and Carey. Model desain instruksional ini dikembangkan oleh Walter Dick, Lou Carey dan James O Carey. Model ini merupakan model prosedural, yaitu model yang menyarankan agar penerapan prinsip disain instruksional disesuaikan dengan langkah-langkah yang harus di tempuh secara berurutan.
Model pengembangan desain instruksional menurut Dick dan Carey:
1. Identifikasi Tujuan (Identity Instructional Goal(s)).
2. Melakukan Analisis Instruksional (Conduct Instructional Analysis)
3. Analisis Pembelajar dan Lingkungan (Analyze Learners and Contexts).
4. Merumuskan Tujuan Performansi (Write Performance Objectives).
5. Pengembangan Tes Acuan Patokan (Develop Assessment Instruments).
6. Pengembangan Siasat Instruksional (Develop Instructional Strategy).
7. Pengembangan atau Memilih Material Instruksional (Develop and Select Instructional Materials).
8. Merancang dan Melaksanakan Penilaian Formatif (Design and Conduct Formative Evaluation of Instruction).
9. Revisi Instruksional (Revise Instruction).
10. Merancang dan Melaksanakan Evaluasi Sumatif (Design And Conduct Summative Evaluation).

Tes acuan patokan (penilaian) berfungsi untuk mengukur kemampuan pebelajar seperti yang diperkirakan tujuan. Perkembangan tes dibuat pada proses desain pengajaran setelah pelajaran dikembangkan. Alasan utamanya adalah bahwa item tersebut harus berkaitan dengan tujuan prestasi. Prestasi yang diperlukan dalam tujuan tersebut harus sesuai dengan prestasi yang diperlukan dalam item tes atau tugas prestasi. Sifat dari item tersebut akan diberikan kepada pebelajar dan berfungsi sebagai kunci terhadap pengembangan strategi pengajaran
B. Konsep Pengembangan
1. Pengembangan Berdasarkan Tes Acuan Patokan
Pengembangan butir-butir tes berdasarkan acuan patokan digunakan untuk mengukur sejauh mana siswa telah mencapai tujuan instruksional. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membandingkan penampilan siswa dalam pengujian dengan patokan yang telah ditentukan sebelumnya. Tes acuan patokan disebut juga tes acuan tujuan.
Bagi seorang perancang pembelajaran harus mengembangkan butir tes acuan patokan, karena hasil tes pengukuran tersebut berguna untuk: (a). mendiagnosis dan menempatkan dalam kurikulum; (b). Men-checking hasil belajar dan kesalahan pengertian sehingga dapat diberikan pembelajaran remedial sebelum pembelajaran dilanjutkan; (c). menjadi dokumen kemajuan belajar.
Dalam mengembangkan butir-butir tes acuan patokan, Dick and Carrey (1985) merekomendasikan empat macam tes acuan patokan, yaitu:
a. Entry behavior test
Tes ini diberikan kepada pebelajar sebelum memulai pembelajaran. Tes ini berguna untuk mengukur keterampilan syarat atau keterampilan yang harus sudah dikuasai sebelum pembelajaran dimulai. Keterampilan syarat akan muncul di bawah garis entry behavior.

b. Pre-test
Tes ini dilakukan pada awal pembelajaran untuk mengetahui apakah pebelajar sudah menguasai beberapa atau semua keterampilan yang akan diajarkan. Tujuannya adalah untuk efisiensi. Jika semua keterampilan sudah dikuasai maka tidak perlu ada pembelajaran. Namun jika hanya sebagian materi yang sudah dikuasai maka data tes ini memungkinkan desainer untuk lebih efisien. Mungkin hanya review atau pengingat yang dibutuhkan. Bila program tersebut merupakan sesuatu yang baru, maka tes inipun dapat ditiadakan. Maksud dari pretes ini bukanlah untuk menentukan nilai akhir tetapi lebih mengenal profil anak didik berkenaan.
Biasanya pretest dan entry behavior test dijadikan satu. Hasil dari tes entry behavior dapat digunakan desainer untuk mengetahui apakah pebelajar siap memulai pembelajaran, sedangkan dari hasil pretest, desainer dapat memutuskan apakah pembelajaran akan
menjadi terlalu mudah untuk pebelajar.

c. Practice test
Tes ini diberikan selama siswa sedang dalam proses belajar (Uno, 2007: 28, tes tersebut tes sisipan). Tes ini berfungsi untuk melihat apakah siswa memang telah dapat menangkap apa yang sedang dibicarakan dan juga untuk membuat pebelajar lebih aktif berpartisipasi selama pembelajaran. Tes ini memungkinkan pebelajar untuk menampilkan pengetahuan dan keterampilan baru dan untuk refleksi diri sampai level berapa keterampilan dan pengetahuan mereka. Tes ini berisi keterampilan yang lebih sedikit dan lebih fokus pada materi per pertemuan daripada per unit. Hasil tes ini digunakan instruktur untuk memberikan feedback dan untuk memonitor pembelajaran.

d. Post-test
Tes ini paralel dengan pre-test. Sama dengan pre-test, post-test mengukur tujuan pembelajaran. Post-test harus menilai semua objektif dan terutama fokus pada objektif terakhir. Namun jika waktu tidak memungkinkan, maka hanya tujuan akhir dan keterampilan penting saja yang diujikan.
Post-test mungkin digunakan untuk menilai performa pebelajar dan untuk memberi kredit karena telah menyelesaikan program. Tujuan yang terutama dari tes ini adalah agar desainer dapat mengidentifikasi area pembelajaran yang tidak bisa dilakukan dengan baik. Jika pebelajar gagal dalam tes, desainer harus dapat mengidentifikasi dalam proses pembelajaran yang mana tidak dimengerti oleh siswa. Tes ini merupakan tes acuan patokan yang mencakup pengukuran semua tujuan intruksional khusus yang ada terutama tujuan intruksional yang bersifat terminal. Dengan tes ini dapat diketahui bagian-bagian mana diantara pembelajaran yang belum dicapai.

2. Mendesain Tes
Pertimbangan pertama adalah menyesuaikan bidang pelajaran dengan item atau tipe tugas penilaian.Verbal information biasanya di tes dengan objektif tes. Tes bentuk obektif meliputi format seperti jawaban singkat, jawaban alternatif, mencocokkan, dan pilihan ganda. Objektif untuk intelektual skill lebih kompleks dan biasanya menggunakan model objektif, kreasi produk atau pertunjukan langsung. Penilaian untuk ranah afektif juga kompleks. Biasanya tidak ada cara langsung untuk mengukur tingkah laku seseorang. Penilaian di ranah ini biasanya dilakukan dengan observasi. Penilaian ranah psikomotor biasanya dilakukan dengan mendemonstrasikan tugas. Untuk melihat apakah setiap langkah telah dilakukan dengan baik oleh pebelajar, guru membuat check-list atau rating-scale.

3. Menentukan Level Penguasaan
Peneliti yang meneliti sistem penguasaan pelajaran menyarankan bahwa penguasaan equivalent dengan level keberhasilan yang diharapkan dari pebelajar yang terbaik. Metode untuk menentukan level penguasaan menggunakan acuan norma. Pendekatan yang kedua, bisa digunakan cara statistik. Jika desainer ingin memastikan bahwa pebelajar benar-benar mengerti keterampilan sebelum mereka melanjutkan tahap pembelajaran selanjutnya, maka kemungkinan-kemungkinan harus disediakan untuk menampilkan keterampilan sehingga hampir tidak mungkin keberhasilan menjadi hasil utama. Jika menggunakan soal pilihan ganda sangat mudah untuk menghitung probabilitas kesempatan keberhasilan. Dengan tipe soal yang lain, lebih sulit dilakukan penghitungan tapi lebih mudah untuk meyakinkan orang lain bahwa keberhasilan bukan sekedar kesempatan saja

4. Menulis Item Tes
Ada empat kategori tes yang berkualitas, yaitu:
a. Berpusat pada Tujuan (Goal-Centered Criteria)
Soal tes dan penugasan harus sesuai dengan tujuan utama pembelajaran. Soal dan penugasan harus sesuai dengan perilaku termasuk konsep dan action. Untuk menyesuaikan jawaban soal tes dengan perilaku yang diharapkan dalam tujuan, desainer harus mempertimbangkan tugas belajar atau kata kerja yang ditunjukkan dalam tujuan. Butir soal harus mengukur perilaku yang sesungguhnya yang dideskripsikan dalam tujuan.

b. Berpusat pada pebelajar (Learner-Centered Criteria)
Tes item dan penilaian tugas harus disesuaikan dengan kharakteristik dan kebutuhan siswa, meliputi kosa kata, bahasa, tingkat kompleksitas tugas, motivasi siswa, dan tingkat ketertarikan siswa, pengalaman siswa, dan latar belakang siswa serta kebutuhan khusus siswa.

c. Berpusat pada kontek (Context-Centered Criteria)
Dalam membuat tes item dan penilaian tugas, desainer harus mempertimbangkan seting kinerja dan juga lingkungan belajar atau lingkungan kelas. Tes item dan tugas harus realistis atau relevan dengan seting kinerja. Kriteria ini membantu untuk memastikan transfer pengetahuan dan skill dari belajar ke dalam lingkungan kinerja.

d. Berpusat pada penilaian (Assessment-Centered Criteria)
Siswa akan merasa cemas selama assessment, penyusunan tes item dan penilaian tugas yang baik dapat menghilangkan rasa cemas siswa. Cetakan tes yang berkualitas meliputi kebahasaan baik, pengucapan dan tanda baca tepat dan tulisan jelas, petunjuk jelas, sumber materi dan pertanyaan jelas. Kriteria ini membantu siswa untuk melakukan dengan tenang.
5. Setting Penguasaan Kriteria
Terdapat beberapa saran yang dapat membantu anda dalam menentukan berapa banyak tes item pilihan yang diperlukan. Jika tes item memerlukan sebuah format respon yang memungkinkan siswa dapat menebak jawaban dengan benar anda dapat memasukkan beberapa tes item paralel untuk tujuan yang sama jika kemungkinan menebak jawaban yang benar kecil kemungkinan, anda dapat memutuskan satu atau dua item untuk menentukan kemampuan siswa

6. Jenis-jenis Item
Pertanyaan penting lainnya adalah jenis tes item atau penilaian tugas apa yang paling baik dalam menilai kinerja siswa? Perilaku tertentu dalam objektif memberikan point-point penting terhadap jenis item atau tugas yang dapat digunakan untuk menguji perilaku.
Contoh: jika point penting yang ditanyakan kepada siswa adalah mengingat fakta, maka tanyakan kepada siswa tersebut dengan jawaban siswa yang menyatakan fakta-fakta daripada memberikan pertanyaan yang meminta reaksi siswa seperti pada pertanyaan pilihan ganda. gunakan objektif sebagai guide, dalam menyeleksi jenis tes item yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mendemonstrasikan kinerja tertentu yang terdapat dalam objektif. Setiap jenis test items mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Untuk meyeleksi jenis tes items yang baik dari beberapa format test item yang ada, pertimbangkan beberapa faktor seperti faktor waktu yang diperlukan oleh siswa dalam memberikan respon, waktu penilaian yang diperlukan untuk menganalisis dan memutuskan jawaban, suasana ujian, dan kemungkinan dalam menebak jawaban yang benar.

7. Menulis Petunjuk
Test harus terdapat petunjuk yang jelas, singkat. Permulaan tes biasanya menyebabkan kecemasan pada siswa yang akan dinilai. Oleh karena itu tes seharusnya mengurangi keraguan pada pikiran siswa mengenai apa yang akan mereka kerjakan dalam menyelesaikan test.
Dibawah ini informasi petunjuk test yang biasanya ditemukan dalam test :
a. Judul test seharusnya memberikan kesan kepada siswa mengenai content atau isi daripada kata-kata sederhana seperti Pretest atau Test I
b. Pernyataan singkat yang menerangkan objective atau performance yang diujikan.
c. Siswa diberitahu untuk menebak jawaban jika mereka tidak yakin dengan jawaban yang benar.
d. Petunjuk khusus seharusnya diucapkan dengan benar.
e. Siswa diberitahu agar menulis nama mereka atau identitas mereka.
f. Siswa seharusnya diberitahu mengenai penggunaan perlengkapan khusus dalam menyelesaikan test seperti penggunan pensil, lembar jawaban mesin, teks-teks tertentu atau perlengkapan khusus lainnya.

8. Mengevaluasi Tes dan Item Tes
Arah dan uji test item untuk tes objektif harus diujicobakan terlebih dulu sebelum digunakan untuk evaluasi formatif. Agar tidak terjadi kesalahan pada instrumen tes , perancang harus memastikan hal-hal berikut:
arah tes jelas, sederhana, dan mudah diikuti;
masing-masing item tes jelas dan menyampaikan kepada peserta didik yang dimaksud dipembentukan atau stimulus;
kondisi-kondisi dimana dibuat tanggapan yang realistis;
metode respon jelas bagi peserta didik; dan
ruang yang tepat, waktu, dan peralatan yang tersedia .

Tes item yang tidak terjawab oleh sebagian besar pelajar harus dianalisis, direvisi, atau bahkan diganti sebelum tes diberikan lagi. Ketika membangun item tes, dan tes pada umumnya, perancang harus diingat bahwa tes mengukur kecukupan: (l) pengujian itu sendiri; (2) bentuk tanggapan; (3) bahan-bahan pengajaran; (4) lingkungan pengajaran dan situasi, dan (5) pencapaian pelajar.



BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Tes acuan patokan adalah salah satu dari model pengembangan desain instruksional Dick and Carey. Merupakan model prosedural, penerapan prinsip disain instruksional disesuaikan dengan langkah-langkah yang harus di tempuh secara berurutan. Tes acuan patokan berada pada urutan kelima dari model pengembangan Dick and Carey.
Konsep Pengembangan
1. Empat macam tes acuan patokan, yaitu:
a. Entry behavior test
b. Pre-test
c. Practice test
d. Post-test
2. Mendesain Tes
Pertimbangan pertama adalah menyesuaikan bidang pelajaran dengan item atau tipe tugas penilaian. Untuk melihat apakah setiap langkah telah dilakukan dengan baik oleh pebelajar, guru membuat check-list atau rating-scale.
3. Menentukan Level Penguasaan
Metode untuk menentukan level penguasaan menggunakan acuan norma. Pendekatan yang kedua, bisa digunakan cara statistik.
4. Menulis Item Tes
Ada empat kategori tes yang berkualitas, yaitu: 1) berpusat pada tujuan (Goal Centered Criteria); 2) berpusat pada pebelajar (Learner-Centered Criteria); 3) berpusat pada kontek (Context-Centered Criteria); 4) berpusat pada penilaian (Assessment-Centered Criteria)
5. Setting Penguasaan Kriteria
6. Jenis-jenis Item
7. Menulis Petunjuk
8. Mengevaluasi Tes dan Item Tes
Agar tidak terjadi kesalahan pada instrumen tes, perancang harus memastikan hal-hal berikut: 1) arah tes jelas, sederhana, dan mudah diikuti; 2) masing-masing item tes jelas dan menyampaikan kepada peserta didik yang dimaksud dipembentukan atau stimulus; 3) kondisi-kondisi dimana dibuat tanggapan yang realistis; 4) metode respon jelas bagi peserta didik; dan 5) ruang yang tepat, waktu, dan peralatan yang tersedia .
Tes item yang tidak terjawab oleh sebagian besar pelajar harus dianalisis, direvisi, atau bahkan diganti sebelum tes diberikan lagi. Ketika membangun item tes, dan tes pada umumnya, perancang harus diingat bahwa tes mengukur kecukupan: (l) pengujian itu sendiri; (2) bentuk tanggapan; (3) bahan-bahan pengajaran; (4) lingkungan pengajaran dan situasi, dan (5) pencapaian pelajar.

B. Saran
Kami menyadari makalah ini tidak sempurna, untuk memenuhi kebutuhan wawasan rekan-rekan semua disarankan untuk melengkapi dengan referensi lain.








Pengembangan Bahan Ajar (Materi Pembelajaran)
1. Apa bahan ajar (materi pembelajaran) itu?
Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai.


2. Apa prinsip-prinsip dalam memilih bahan ajar?
Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran meliputi: (a) prinsip relevansi, (b) konsistensi, dan (c) kecukupan. Prinsip relevansi artinya materi pembelajaran hendaknya relevan memiliki keterkaitan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Prinsip konsistensi artinya adanya keajegan antara bahan ajar dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Misalnya, kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk mempelajarinya.
3. Bagaimana langkah-langkah dalam memilih bahan ajar?
Materi pembelajaran yang dipilih untuk diajarkan oleh guru dan harus dipelajari siswa hendaknya berisikan materi atau bahan ajar yang benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar. Secara garis besar langkah-langkah pemilihan bahan ajar meliputi : (a) mengidentifikasi aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar yang menjadi acuan atau rujukan pemilihan bahan ajar, (b) mengidentifikasi jenis-jenis materi bahan ajar, (c) memilih bahan ajar yang sesuai atau relevan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah teridentifikasi tadi., dan (d) memilih sumber bahan ajar. Secara lengkap, langkah-langkah pemilihan bahan ajar dapat dijelaskan sebagai berikut:
  • Mengidentifikasi aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebelum menentukan materi pembelajaran terlebih dahulu perlu diidentifikasi aspek-aspek standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dipelajari atau dikuasai siswa. Aspek tersebut perlu ditentukan, karena setiap aspek standar kompetensi dan kompetensi dasar memerlukan jenis materi yang berbeda-beda dalam kegiatan pembelajaran. Sejalan dengan berbagai jenis aspek standar kompetensi, materi pembelajaran juga dapat dibedakan menjadi jenis materi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Materi pembelajaran aspek kognitif secara terperinci dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu: fakta, konsep, prinsip dan prosedur (Reigeluth, 1987). Materi jenis fakta adalah materi berupa nama-nama objek, nama tempat, nama orang, lambang, peristiwa sejarah, nama bagian atau komponen suatu benda, dan lain sebagainya. Materi konsep berupa pengertian, definisi, hakekat, inti isi. Materi jenis prinsip berupa dalil, rumus, postulat adagium, paradigma, teorema.Materi jenis prosedur berupa langkah-langkah mengerjakan sesuatu secara urut, misalnya langkah-langkah menelpon, cara-cara pembuatan telur asin atau cara-cara pembuatan bel listrik.Materi pembelajaran aspek afektif meliputi: pemberian respon, penerimaan (apresisasi), internalisasi, dan penilaian. Materi pembelajaran aspek motorik terdiri dari gerakan awal, semi rutin, dan rutin.
  • Memilih jenis materi yang sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Materi yang akan diajarkan perlu diidentifikasi apakah termasuk jenis fakta, konsep, prinsip, prosedur, afektif, atau gabungan lebih daripada satu jenis materi. Dengan mengidentifikasi jenis-jenis materi yang akan diajarkan, maka guru akan mendapatkan kemudahan dalam cara mengajarkannya. Setelah jenis materi pembelajaran teridentifikasi, langkah berikutnya adalah memilih jenis materi tersebut yang sesuai dengan standar kompetensi atau kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Identifikasi jenis materi pembelajaran juga penting untuk keperluan mengajarkannya. Sebab, setiap jenis materi pembelajaran memerlukan strategi pembelajaran atau metode, media, dan sistem evaluasi/penilaian yang berbeda-beda. Misalnya, metode mengajarkan materi fakta atau hafalan adalah dengan menggunakan “jembatan keledai”, “jembatan ingatan” (mnemonics), sedangkan metode untuk mengajarkan prosedur adalah “demonstrasi”.
  • Memilih sumber bahan ajar.Setelah jenias materi ditentukan langkah berikutnya adalah menentukan sumber bahan ajar. Materi pembelajaran atau bahan ajar dapat kita temukan dari berbagai sumber seperti buku pelajaran, majalah, jurnal, koran, internet, media audiovisual, dsb.
3. Bagaimana menentukan cakupan dan urutan bahan ajar?
a. Menentukan cakupan bahan ajar
Dalam menentukan cakupan atau ruang lingkup materi pembelajaran harus diperhatikan apakah jenis materinya berupa aspek kognitif (fakta, konsep, prinsip, prosedur) aspek afektif, ataukah aspek psikomotorik. Selain itu, perlu diperhatikan pula prinsip-prinsip yang perlu digunakan dalam menentukan cakupan materi pembelajaran yang menyangkut keluasan dan kedalaman materinya. Keluasan cakupan materi berarti menggambarkan berapa banyak materi-materi yang dimasukkan ke dalam suatu materi pembelajaran, sedangkan kedalaman materi menyangkut seberapa detail konsep-konsep yang terkandung di dalamnya harus dipelajari/dikuasai oleh siswa. Prinsip berikutnya adalah prinsip kecukupan (adequacy). Kecukupan (adequacy) atau memadainya cakupan materi juga perlu diperhatikan dalam pengertian. Cukup tidaknya aspek materi dari suatu materi pembelajaran akan sangat membantu tercapainya penguasaan kompetensi dasar yang telah ditentukan. Cakupan atau ruang lingkup materi perlu ditentukan untuk mengetahui apakah materi yang harus dipelajari oleh murid terlalu banyak, terlalu sedikit, atau telah memadai sehingga sesuai dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai.
b. Menentukan urutan bahan ajar
Urutan penyajian (sequencing) bahan ajar sangat penting untuk menentukan urutan mempelajari atau mengajarkannya. Tanpa urutan yang tepat, jika di antara beberapa materi pembelajaran mempunyai hubungan yang bersifat prasyarat (prerequisite) akan menyulitkan siswa dalam mempelajarinya. Misalnya materi operasi bilangan penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Siswa akan mengalami kesulitan mempelajari perkalian jika materi penjumlahan belum dipelajari. Siswa akan mengalami kesulitan membagi jika materi pengurangan belum dipelajari. Materi pembelajaran yang sudah ditentukan ruang lingkup serta kedalamannya dapat diurutkan melalui dua pendekatan pokok , yaitu: pendekatan prosedural, dan hierarkis. Pendekatan prosedural yaitu urutan materi pembelajaran secara prosedural menggambarkan langkah-langkah secara urut sesuai dengan langkah-langkah melaksanakan suatu tugas. Misalnya langkah-langkah menelpon, langkah-langkah mengoperasikan peralatan kamera video. Sedangkan pendekatan hierarkis menggambarkan urutan yang bersifat berjenjang dari bawah ke atas atau dari atas ke bawah. Materi sebelumnya harus dipelajari dahulu sebagai prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya.
4.Apa yang dimaksud dengan sumber bahan ajar?
Sumber bahan ajar merupakan tempat di mana bahan ajar dapat diperoleh. Dalam mencari sumber bahan ajar, siswa dapat dilibatkan untuk mencarinya, sesuai dengan prinsip pembelajaran siswa aktif (CBSA). Berbagai sumber dapat kita gunakan untuk mendapatkan materi pembelajaran dari setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sumber-sumber dimaksud dapat disebutkan di bawah ini: (a) buku teks yang diterbitkan oleh berbagai penerbit. Gunakan sebanyak mungkin buku teks agar dapat diperoleh wawasan yang luas, (b) laporan hasil penelitian yang diterbitkan oleh lembaga penelitian atau oleh para peneliti sangat berguna untuk mendapatkan sumber bahan ajar yang atual atau mutakhir, (c) Jurnal penerbitan hasil penelitian dan pemikiran ilmiah. Jurnal-jurnal tersebut berisikan berbagai hasil penelitian dan pendapat dari para ahli di bidangnya masing-masing yang telah dikaji kebenarannya, (d) Pakar atau ahli bidang studi penting digunakan sebagai sumber bahan ajar yang dapat dimintai konsultasi mengenai kebenaran materi atau bahan ajar, ruang lingkup, kedalaman, urutan, dsb., (e) Profesional yaitu orang-orang yang bekerja pada bidang tertentu. Kalangan perbankan misalnya tentu ahli di bidang ekonomi dan keuangan, (f) Buku kurikulum penting untuk digunakan sebagai sumber bahan ajar. Karena berdasar kurikulum itulah standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi bahan dapat ditemukan. Hanya saja materi yang tercantum dalam kurikulum hanya berisikan pokok-pokok materi, (g) Penerbitan berkala seperti harian, mingguan, dan bulananyang banyak berisikan informasi yang berkenaan dengan bahan ajar suatu matapelajaran, (h) Internet yang yang banyak ditemui segala macam sumber bahan ajar. Bahkan satuan pelajaran harian untuk berbagai matapelajaran dapat kita peroleh melalui internet. Bahan tersebut dapat dicetak atau dikopi, (i) Berbagai jenis media audiovisual berisikan pula bahan ajar untuk berbagai jenis mata pelajaran. Kita dapat mempelajari gunung berapi, kehidupan di laut, di hutan belantara melalui siaran televisi, dan (j) lingkungan ( alam, sosial, senibudaya, teknik, industri, ekonomi). Perlu diingat, dalam menyusun rencana pembelajaran berbasis kompetensi, buku-buku atau terbitan tersebut hanya merupakan bahan rujukan. Artinya, tidaklah tepat jika hanya menggantungkan pada buku teks sebagai satu-satunya sumber bahan ajar. Tidak tepat pula tindakan mengganti buku pelajaran pada setiap pergantian semester atau pergantian tahun. Buku-buku pelajaran atau buku teks yang ada perlu dipelajari untuk dipilih dan digunakan sebagai sumber yang relevan dengan materi yang telah dipilih untuk diajarkan. Mengajar bukanlah menyelesaikan satu buku, tetapi membantu siswa mencapai kompetensi. Karena itu, hendaknya guru menggunakan banyak sumber materi. Bagi guru, sumber utama untuk mendapatkan materi pembelajaran adalah buku teks dan buku penunjang yang lain.
5. Bagaimana strategi dalam memanfaatkan bahan ajar?
Secara garis besarnya, dalam memanfaatkan bahan ajar terdapat i dua strategi, yaitu: (a) Strategi penyampaian bahan ajar oleh Guru dan (b) Strategi mempelajari bahan ajar oleh siswa
a. Strategi penyampaian bahan ajar oleh guru
Strategi penyampaian bahan ajar oleh guru, diantaranya: (1) Strategi urutan penyampaian simultan; (2)Strategi urutan penyampaian suksesif; (3) Strategi penyampaian fakta; (4) Strategi penyampaian konsep; (5) Strategi penyampaian materi pembelajaran prinsip; dan (6) Strategi penyampaian prosedur.
  1. Strategi urutan penyampaian simultan yaitu jika guru harus menyampaikan materi pembelajaran lebih daripada satu, maka menurut strategi urutan penyampaian simultan, materi secara keseluruhan disajikan secara serentak, baru kemudian diperdalam satu demi satu (Metode global);
  2. Strategi urutan penyampaian suksesif, jika guru harus manyampaikan materi pembelajaran lebih daripada satu, maka menurut strategi urutan panyampaian suksesif, sebuah materi satu demi satu disajikan secara mendalam baru kemudian secara berurutan menyajikan materi berikutnya secara mendalam pula.
  3. Strategi penyampaian fakta, jika guru harus manyajikan materi pembelajaran termasuk jenis fakta (nama-nama benda, nama tempat, peristiwa sejarah, nama orang, nama lambang atau simbol, dsb.),
  4. Strategi penyampaian konsep, materi pembelajaran jenis konsep adalah materi berupa definisi atau pengertian. Tujuan mempelajari konsep adalah agar siswa paham, dapat menunjukkan ciri-ciri, unsur, membedakan, membandingkan, menggeneralisasi, dsb.Langkah-langkah mengajarkan konsep: Pertama sajikan konsep, kedua berikan bantuan (berupa inti isi, ciri-ciri pokok, contoh dan bukan contoh), ketiga berikan latihan (exercise) misalnya berupa tugas untuk mencari contoh lain, keempat berikan umpan balik, dan kelima berikan tes;
  5. Strategi penyampaian materi pembelajaran prinsip, termasuk materi pembelajaran jenis prinsip adalah dalil, rumus, hukum (law), postulat, teorema, dsb.
  6. Strategi penyampaian prosedur, tujuan mempelajari prosedur adalah agar siswa dapat melakukan atau mempraktekkan prosedur tersebut, bukan sekedar paham atau hafal. Termasuk materi pembelajaran jenis prosedur adalah langkah-langkah mengerjakan suatu tugas secara urut.
b. Strategi mempelajari bahan ajar oleh siswa
Ditinjau dari guru, perlakuan (treatment) terhadap materi pembelajaran berupa kegiatan guru menyampaikan atau mengajarkan kepada siswa. Sebaliknya, ditinjau dari segi siswa, perlakuan terhadap materi pembelajaran berupa mempelajari atau berinteraksi dengan materi pembelajaran. Secara khusus dalam mempelajari materi pembelajaran, kegiatan siswa dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu : (1) menghafal; (2) menggunakan; (3) menemukan; dan (4) memilih.
  1. Menghafal (verbal parafrase). Ada dua jenis menghafal, yaitu menghafal verbal (remember verbatim) dan menghafal parafrase (remember paraphrase). Menghafal verbal adalah menghafal persis seperti apa adanya. Terdapat materi pembelajaran yang memang harus dihafal persis seperti apa adanya, misalnya nama orang, nama tempat, nama zat, lambang, peristiwa sejarah, nama-nama bagian atau komponen suatu benda, dsb. Sebaliknya ada juga materi pembelajaran yang tidak harus dihafal persis seperti apa adanya tetapi dapat diungkapkan dengan bahasa atau kalimat sendiri (hafal parafrase). Yang penting siswa paham atau mengerti, misalnya paham inti isi Pembukaan UUD 1945, definisi saham, dalil Archimides, dsb.
  2. Menggunakan/mengaplikasikan (Use). Materi pembelajaran setelah dihafal atau dipahami kemudian digunakan atau diaplikasikan. Jadi dalam proses pembelajaran siswa perlu memiliki kemampuan untuk menggunakan, menerapkan atau mengaplikasikan materi yang telah dipelajari. Penggunaan fakta atau data adalah untuk dijadikan bukti dalam rangka pengambilan keputusan. Penggunaan materi konsep adalah untuk menyusun proposisi, dalil, atau rumus. Selain itu, penguasaan atas suatu konsep digunakan untuk menggeneralisasi dan membedakan. Penerapan atau penggunaan prinsip adalah untuk memecahkan masalah pada kasus-kasus lain. Penggunaan materi prosedur adalah untuk dikerjakan atau dipraktekkan. Penggunaan materi sikap adalah berperilaku sesuai nilai atau sikap yang telah dipelajari. Misalnya, siswa berhemat air dalam mandi dan mencuci setelah mendapatkan pelajaran tentang pentingnya bersikap hemat.
  3. Menemukan. Yang dimaksudkan penemuan (finding) di sini adalahmenemukan cara memecahkan masalah-masalah baru dengan menggunakan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang telah dipelajari. Menemukan merupakan hasil tingkat belajar tingkat tinggi. Gagne (1987) menyebutnya sebagai penerapan strategi kognitif. Misalnya, setelah mempelajari hukum bejana berhubungan seorang siswa dapat membuat peralatan penyiram pot gantung menggunakan pipa-pipa paralon. Contoh lain, setelah mempelajari sifat-sifat angin yang mampu memutar baling-baling siswa dapat membuat protipe, model, atau maket sumur kincir angin untuk mendapatkan air tanah.
  4. Memilih di sini menyangkut aspek afektif atau sikap. Yang dimaksudkan dengan memilih di sini adalah memilih untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Misalnya memilih membaca novel dari pada membaca tulisan ilmiah. Memilih menaati peraturan lalu lintas tetapi terlambat masuk sekolah atau memilih melanggar tetapi tidak terlambat, dsb.
6. Apa yang dimaksud dengan materi prasyarat dan perbaikan, dan pengayaan?
Dalam mempelajari materi pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar terdapat beberapa kemungkinan pada diri siswa, yaitu siswa belum siap bekal pengetahuannya, siswa mengalami kesulitan, atau siswa dengan cepat menguasai materi pembelajaran. Kemungkinan pertama siswa belum memiliki pengetahuan psyarat. Pengetahuan prasyarat adalah bekal pengetahuan yang diperlukan untuk mempelajari suatu bahan ajar baru. Misalnya, untuk mempelajari perkalian siswa harus sudah mempelajari penjumlahan. Untuk mengetahui apakah siswa telah memiliki pengetahuan prasyarat, guru harus mengadakan tes prasyarat (prequisite test). Jika berdasar tes tersebut siswa belum memiliki pengetahuan prasyarat, maka siswa tersebut harus diberi materi atau bahan pembekalan. Bahan pembekalan (matrikulasi) dapat diambil dari materi atau modul di bawahnya. Dalam menghadapi kemungkinan kedua, yaitu siswa mengalami kesulitan atau hambatan dalam menguasai materi pembelajaran, guru harus menyediakan materi perbaikan (remedial). Materi pembelajaran remedial disusun lebih sederhana, lebih rinci, diberi banyak penjelasan dan contoh agar mudah ditangkap oleh siswa. Untuk keperluan remedial perlu disediakan modul remidial. Dalam menghadapi kemungkinan ketiga, yaitu siswa dapat dengan cepat dan mudah menguasai materi pembelajaran, guru harus menyediakan bahan pengayaan (enrichment). Materi pengayaan berbentuk pendalaman dan perluasan. Materi pengayaan baik untuk pendalaman maupun perluasan wawasan dapat diambilkan dari buku rujukan lain yang relevan atau disediakan modul pengayaan. Selain pengayaan, perlu dipertimbangkan adanya akselerasi alami di mana siswa dimungkinkan untuk mengambil pelajaran berikutnya. Untuk keperluan ini perlu disediakan bahan atau modul akselerasi.
Disarikan : dari Depdiknas. 2006. Pedoman Memilih dan Menyusun Bahan Ajar. Jakarta.

ANALISIS KEBUTUHAN PEMBELAJARAN DAN ANALISIS PEMBELAJARAN DALAM DESAIN SISTEM PEMBELAJARAN



Pendahuluan

Menganalisa kebutuhan pembelajaran dan analisis pembelajaran dalam desain sistem pembelajaran merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam kegiatan desain pembelajaran, ketika menghadapi masalah tentang pembelajaran.
 Proses desain sebuah pembelajaran dimulai dengan identifikasi masalah atau kebutuhan pembelajaran dan analisis pembelajaran. Kedua kegiatan merupakan rangkaian erat yang secara berurutan dan bersama-sama untuk dikerjakan sebelum pendesain merancang pembelajaran, sedang analisis pembelajaran bentuk penjabaran perilaku umum menjadi perilaku khusus yang tersusun secara logis dan sistematis.
Ada tiga pendekatan yang berbeda dalam mengidentifikasi masalah-masalah pembelajaran; Analisa kebutuhan, Analisa tujuan dan analisa proses/hasil/pelaksanaan

Menganalisis Kebutuhan Pembelajaran.

A. Konsep Kebutuhan Pembelajaran
Kesenjangan adalah sebuah permasalahan yang harus dipecahkan karena itu kesenjangan dijadikan suatu kebutuhan dalam merancang pembelajaran, sehingga pembelajaran yang dilaksanakan merupakan solusi terbaik. Bila kesenjangan tersebut dan menimbulkan efek yang besar, maka perlu diprioritaskan dalam pengatasan masalah (Dick and Carey : 1990,15 - 27 ), mencampuradukkan antara kebutuhan dan keinginan diidentikkan adalah hal yang keliru sebab menurut M. Atwi Suparman (2001 : 63) kebutuhan adalah kesenjangan antara keadaan sekarang dengan yang seharusnya dalam redaksi yang berbeda tapi sama. Morrison (2001: 27), mengatakan bahwa kebutuhan (need) diartikan sebagai kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan kondisi yang sebenarnya, keinginan adalah harapan ke depan atau cita-cita yang terkait dengan pemecahan terhadap suatu masalah. Sedangkan analisa kebutuhan adalah alat untuk mengidentifikasi masalah guna menentukan tindakan yang tepat. (Morrison, 2001: 27)
Oleh karena itu Kaufman (1982) mengajak kita meyakini betul apa masalah yang kita hadapi (M. Atwi Suparman: 2001-63), maka jika kita mengajar hendaknya kita mengajukan kepada diri kita suatu pertanyaan apakah pemberian pembelajaran itu dapat memecahkan masalah? Pertanyaan- pertanyaan senada antara lain:
1. Apa kebutuhan yang dihadapi.
2. Apakah kebutuhan tersebut merupakan masalah.
3. Apa penyebabnya.
4. Apakah pemberian pelajaran merupakan cara yang tepat untuk memecahkan masalah.
Morrison (2001: 27) membagi fungsi analisa kebutuhan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi kebutuhan yang relevan dengan pekerjaan atau tugas sekarang yaitu masalah apa yang mempengaruhi hasil pembelajaran.
2. Mengidentifikasi kebutuhan mendesak yang terkait dengan finansial, keamanan atau masalah lain yang menggangu pekerjaan atau lingkungan pendidikan
3. Menyajikan prioritas-prioritas untuk memilih tindakan.
4. Memberikan data basis untuk menganalisa efektifitas pembelajaran.
Ada enam macam kebutuhan yang biasa digunakan untuk merencanakan dan mengadakan analisa kebutuhan (Morrison, 2001: 28-30).
1. Kebutuhan Normatif
    Membandingkan peserta didik dengan standar nasional, misal, Ebtanas, UMPTN, dan sebagainya.
2. Kebutuhan Komperatif, membandingkan peserta didik pada satu kelompok dengan kelompok lain yang selevel. Misal, hasil Ebtanas SLTP A dengan SLTP B.
3. Kebutuhan yang dirasakan, yaitu hasrat atau kinginan yang dimiliki masing-masing peserta didik yang perlu ditingkatkan. Kebutuhan ini menunjukan kesenjangan antara tingkat ketrampilan/kenyataan yang nampak dengan yang dirasakan. Cara terbaik untuk mengidentifikasi kebutuhan ini dengan cara interview.
4. Kebutuhan yang diekspresikan, yaitu kebutuhan yang dirasakan seseorang mampu diekspresikan dalam tindakan. Misal, siswa yang mendaftar sebuah kursus.
5. Kebutuhan Masa Depan, Yaitu mengidentifikasi perubahan-perubahan yang akan terjadi dimasa mendatang. Misal, penerapan teknik pembelajaran yang baru, dan sebagainya.
6. Kebutuhan Insidentil yang mendesak, yaitu faktor negatif yang muncul di luar dugaan yang sangat berpengaruh. Misal, bencana nuklir, kesalahan medis, bencana alam, dan sebagainya.

B. Melakukan Analisis Kebutuhan   
Ada empat tahap dalam melakukan analisa kebutuhan yakni perencanaan, pengumpulan data, analisa data dan menyiapkan laporan akhir.
Perencanaan : yang perlu dilakukan; membuat klasifikasi siswa, siapa yang akan terlibat dalam kegiatan dan cara pengumpulannya. (Morrison, 2001 : 32)
Pengumpulan data : perlu mempertimbangkan besar kecilnya sampel dalam penyebarannya (distribusi) (Morrison,2001 : 33).
Analisa data : setelah data terkumpul kemudian data dianalisis dengan pertimbangan : ekonomi, rangking, frequensi dan kebutuhan (ibid).
 Membuat laporan akhir : dalam sebuah laporan analisa kebutuhan mencakup empat bagian; analisa tujuan, analisa proses, analisa hasil dengan table dan penjelasan singkat, rekomendasi yang terkait dengan data. (Morrison, 2001: 33-34).
Membicarakan tentang analisis tujuan tidak bisa dipisahkan dengan input yang terkait dengan masalah dan proses analisa kebutuhan.
C. Strategi Penilaian Kebutuhan.
Untuk memahami suatu kebutuhan termasuk masalah atau perlu penilaian terlebih dahulu terhadap kebutuhan yang teridentifikasi yang disebut need assessment.
Rasset menekankan pentingnya pengumpulan informasi tentang penilaian kebutuhan secara langsung dari siswa baik orang dewasa maupun siswa umum. la mengidentifikasi lima tipe pertanyaan yang berbeda-beda kelima pertanyaan tersebut:
1. Tipe pertanyaan untuk mengidentifikasi masalah siswa atau ‘leaner’ tentang seperti masalah yang sedang dihadapi.
2. Tipe  pertanyaan  yang  menanyakan  kepada  siswa  untuk mengungkapkan prioritas-prioritas diantara ketrampilan-ketrampilan yang mungkin dapat dimasukkan dalam pelajaran. Contoh : ketrampilan apa yang dibutuhkan ?
3. Tipe   pertanyaan   yang   meminta   kepada   siswa   untuk mendemonstrasikan ketrampilan tertentu. Contoh : tulislah pertanyaan dengan kalimat yang pendek
4. Tipe pertanyaan mencoba untuk mengungkapkan perasaan dan kesan siswa tentang suatu pelajaran tertentu. Contoh : apa yang menarik dari pelajaran tersebut ?
5. Tipe pertanyaan yang memberikan kepada siswa untuk menentukan pemecahan sendiri secara baik. Contoh : apa yang paling baik dilakukan untuk ... ?
Harles (1975) menggambarkan partisipasi pihak-pihak yang mempunyai hubungan kerja sama untuk mengidentifikasikan kebutuhan pembelajaran yaitu siswa, pendidik, masyarakat dalam bentuk segitiga.
Atwi Suparman (2001 : 65-72) ada 8 langkah dalam mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran sebagai berikut:
Langkah 1.
Mengidentifikasi kesenjangan hasil prestasi saat ini dengan yang diidealkan. Untuk memperoleh data tersebut menggunakan cara ; membaca laporan tertulis observasi, wawancara, angket dan dokumen.
Langkah 2.
Sebelum mengambil tindakan pemecahan masalah, kesenjangan tersebut harus dinilai terlebih dahulu dari segi:
- Tingkat signifikasi pengaruhnya.
- Luas ruang lingkup.
- Pentingnya peranan kesenjangan terhadap masa depan lembaga atau program.
 Langkah 3.
Yang dilakukan dalam langkah ini:
a.  Menganalisis kemungkinan penyebab kesenjangan melalui observasi,wawancara, analisa logis.
b. Memisahkan kemungkinan penyebab yang tidak berasal dari kekurangan pengetahuan, ketrampilan dan sikap untuk diserahkan penyelesaiannya kepada pihak lain.
c. Mengelompokkan kemungkinan penyebab yang berasal dari kekurangan pengetahuan ketrampilan dan sikap tertentu untuk diteruskan ke langkah 4.
Langkah 4.
Menginterview siswa untuk memisahkan antara yang sudah pernah dan yang belum memperoleh pendidikan, bagi yang sudah berpendidikan melanjutkan ke-langkah 5 dan bagi yang belum meneruskan ke-langkah 8.
Langkah 5
Bagi peserta yang sudah berpendidikan pada langkah ini dikelompokkan lagi mejadi peserta yang sering mengikuti pendidikan menuju ke-langkah 6 dan jarang mengikuti pendidikan melanjutkan ke-langkah 7.
Langkah 6.
 Kelompok yang sudah sering mendapat pendidikan diberi umpan balik atas kekurangannya dan diminta untuk mempraktekkan kembali sampai dapat melakukan tugasnya seperti yang diinginkan.
 Langkah 7.
Bagi kelompok yang masih jarang mengikuti pendidikan diberi kesempatan lebih banyak untuk berlatih kembali, ini perlu disupervisi dari dekat agar mencapai hasil yang diinginkan.
Langkah 8.
Untuk kelompok peserta yang belum pernah memperoleh pendidikan perlu dibuatkan intruksional yang mencakup pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk diketahui peserta.
Setelah selesai pada tahapan ini dilanjutkan analisis pembelajaran, agar sistematis dan prosedural perlu diurutkan tujuan pembelajaran dari yang bersifat abstrak umum kepada tujuan yang kongkrit operasional. Langkah-langkah untuk melakukan pembelajaran ada 3 yaitu : Analisis pembelajaran, identifakasi perilaku dan karakteristik siswa.
Tulisan ini membahas:
1. Konsep dan prosedur penjabaran prilaku yang ada dalam TPU(Tujuan Pembelajaran Umum) menjadi subprilaku yang lebih kecil.
2. Mengidentifikasi hubungan antara subprilaku yang satu dengan yang lain.
Ketrampilan melakukan analisis pembelajaran penting bagi kegiatan pembelajaran, karena pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang harus diberikan lebih dulu dibanding yang lain, ini berarti pengajaran terhindar dari pemberian isi pelajaran yang tidak relevan dengan TPU (Tujuan Pembelajaran Umum)

D. Pengertian Analisis Pembelajaran
Analisis pembelajaran merupakan proses penjabaran prilaku umum menuju ke prilaku khusus yang tersusun secara logis dan sisitematis. Dengan tersusunnya gambaran prilaku khusus dari yang paling awal hingga akhir.
Menurut Dick and Carey analisis pembelajaran adalah seperangkat prosedur yang bisa diterapkan dalam suatu tujuan pembelajaran menghasilkan identifikasi   langkah-langkah yang relevan bagi penyelenggara suatu tujuan dan kemampuan-kemampuan subordinat yang dibutuhkan oleh mahasiswa untuk mencapai tujuan.
E. Macam Struktur Prilaku
Apabila prilaku umum dijabarkan menjadi prilaku khusus akan terdapat 4 macam susunan prilaku yaitu:
1. Struktur Hirarkikal
Yaitu kedudukan dua prilaku yang menunjukkan bahwa salah satu prilaku hanya dapat dilakukan bila telah dikuasai prilaku yang lain.

Contoh: Penguasaan komputer

Menerapkan komputer lanjut



Menerapkan komputer dasar

2. Struktur Prosedural
Yaitu kedudukan beberapa prilaku yang menunjukkan satu seri urutan prilaku tetapi tadak ada yang menjadi prilaku prasyarat untuk yang lain. walaupun kedua prilaku khusus itu harus dilakukan berurutan untuk dapat melakukan suatu prilaku umum, Setiap prilaku itu dapat dipelajari secara terpisah.
Contoh: Penggunaan OHP,














3. Struktur Pengelompokan
Yaitu prilaku khusus yang tidak mempunyai ketergantungan antara satu dengan yang lain, meski semuanya berhubungan.
Contoh: Permainan kerambol.






















4. Struktur kombinasi.
Yaitu suatu prilaku umum bila diuraikan menjadi prilaku khusus sebagian besar a&ar terstruktur secara kombinasi antara struktur hirarki, prosedural dan pengelompokan. Contoh: mengoperasikan OHP.



































F. Langkah-langkah melakukan analisis pembelajaran.
1. Menuliskan prilaku umum yang ditulis dalam TPU untuk mata pelajaran yang sedang dikembangkan.
2. Menuliskan setiap prilaku khusus yang merupakan bagian dari prilaku umum. Jumlah prilaku khusus untuk setiap prilaku umum berkisar antara 5-10 buah, bila sangat dibutuhkan dapat ditambah.
3. Membuat prilaku khusus kedalam daftar urutan yang logis dari prilaku umum. Prilaku khusus yang terdekat hubungannya dengan prilaku umum diteruskan mundur sampai prilaku yang sangat jauh dari prilaku umum.
4. Menambahkan prilaku khusus atau kalau perlu dikurangi
5. Setiap prilaku khusus ditulis dalam lembar kartu/ kertas ukuran 3x5 cm.
6. Kemudian kartu disusun dengan menempatkannya dalam struktur hirarkhis prosedural, atau dikelompokkan menurut kedudukan masing-masing terhadap kartu lain.
7. Bila perlu ditambah dengan prilaku khusus lain atau dikurangi sesuai kedudukan masing-masing.
8. Letak prilaku digambarkan dalam bentuk kotak-kotak di atas kertas lebar sesuai dengan letak kartu yang telah disusun. Hubungkan kotak-kotak yang telah digambar dengan garis-garis vertikal dan horisontal untuk menyatakan hirarkhikal, prosedural dan pengelompokkan.
9. Meneliti kemungkinan hubungan prilaku umum yang satu dengan yang lain atau prilaku khusus yang berada di bawah prilaku umum yang berbeda.
10. Memberi nomer urut pada setiap prilaku khusus dimulai dari yang terjauh hingga yang terdekat dari prilaku umum.
Penomeran ini menunjukkan prilaku khusus yang terstruktur herarkhikal harus dilakukan dari bawah ke atas. Sedangkan pemberian nomer urut prilaku khusus yang terstruktur prosedural dapat berlainan dari urutannya dari yang lebih sederhana ke yang lebih kompleks.
Pemberian nomer urut prilaku-prilaku khusus yang terstruktur pengelompokan dilakukan dengan cara yang sama dengan struktur prosedural.
11. Mengkonsultasikan bagan yang telah dibuat dengan teman sejawat untuk mendapatkan masukan antara lain tentang:
a. Lengkap-tidaknya prilaku khusus sebagai penjabaran dari setiap prilaku umum.
b. Logis-tidaknya urutan prilaku-prilaku khusus menuju prilaku umum.
c. Struktur hubungan prilaku-prilaku khusus tersebut. (herarkhikal prosedural, pengelompokan atau kombinasi).
Contoh:
Type of learning : Attitude (Dick and Carey : Hal 40).
GOAL: Choose to maximize personal safety while staying in a hotel.
Penutup
Seorang pendidika yang profesional sudah seharusnya paham akan tuntutan profesi baik secara administrasi, akademis, praktik, lebih penting lagi masalah bagaimana mendesain sebuah pembelajaran yang harmoni yaitu mendesain content atau materi pembelajaran yang aktual dan relevan dengan tuntutan atau kebutuhan life skill siswa dan sesuai zamanyya, mendesain learning objective sesuai dengan kebutuhan siswa dan tingkat kesulitannya, fururistik/kedepan tidak menjadikan siswa ketinggalan zaman dengan komunitasnya. Kesemuanya terencana berdasarkan apa yang mesti ada dan dihadirkan sesuai dengan kondisi siswa secara klasikal, regional ataupun nasional walaupun dengan ’setting’ local.
Hal itu dimungkinkan bila minimal sebagai pendidik paham betul akan siswa dan keinginan secara individual maupun klasikal di desain secara proporsional.

DAFTARPUSTAKA
Atwi Suparman, Desain Instructional, Proyek pengembangan Universitas Terbuka Ditjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional, 2001.
Dick, Walter and Carey Lou, The Systematic Design of instruction 3rd Ed, Includes Bibliographical References, USA, Walter Dick and Lou Carey 1990.
Gary. R, Morrison, Steven M, Ross, Jerrold E Kemp : Designing Effective Instruction, Third Edition John Wiley and Sons, inc printed in the USA 2001.
Fleming, Malcoln L., Intructional Massage Design, Educational Technology Publications, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey. 1981.
West, Charles K., James A. Farmer., Phillip M. Wolff, Intructional design Allyn And Bacon, University of Illinois at Urbana-Champaign Boston, a991.

DESAIN PEMBELAJARAN


Kegiatan pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Kegiatan pembelajaran mengembangkan kemampuan untuk mengetahui, memahami, melakukan sesuatu, hidup dalam kebersamaan dan mengaktualisasikan diri. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran perlu: 1) berpusat pada peserta didik; 2) mengembangkan kreatifitas peserta didik; 3)menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang; 4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinstetika dan 5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam (Puskur, 2004:13).
Dalam kerangka itu, pengembangan program dilakukan berdasarkan pendekatan kompetensi. Penggunaan pendekatan ini memungkinkan desain program dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan tepat. Hasil-hasil pembelajaran dinilai dan dijadikan umpan balik untuk mengadakan perubahan terhadap tujuan pembelajaran dan prosedur pembelajaran yang dilaksanakan sebelumnya. Langkah-langkah pengembangan pembelajaran tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Stanley Elam (1971) dalam Oemar Hamalik (2002:92) sebagai berikut:
Langkah pertama :
Spesifikasi asumsi-asumsi atau preposisi-preposisi yang mendasar.
Program pembelajaran harus didasarkan pada asumsi yang jelas. Dunia pendidikan dewasa ini lebih cenderung kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak ‘mengalami’ sendiri apa yang dipelajarinya. Pembelajaran yang berorientasi pada target penguasaan materi terbukti dalam kompetensi ‘pengingat’jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
Pada awal abad dua puluh, John Dewey mendengarkan filsafat progresivisme, yang kemudian melahirkan filosofi belajar kontruksifisme dengan mengajukan teori kurikulum dari metode pembelajaran yang berhubungan dengan pengalaman dan metode pembelajaran yang berhubungan dengan pengalaman dan minat siswa. Inti ajaranya adalah siswa akan belajar dengan baik apabila yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui; proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam aktif dalam proses belajar. Diantara pokok-pokok pandangan progresivisme antara lain :
1. Siswa belajar dengan baik apabila mereka secara efektif dapat mengkonstruksi sendiri pemahaman mereka tentang apa yang dipelajari.
2. Anak harus bebas agar bisa berkembang dengan wajar
3. Penumbuhan minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang belajar.
4. Guru sebagai pembimbing dan peneliti.
5. Harus ada kerjasama antara sekolah dan masyarakat.
6. Sekolah progresif harus merupakan laboratorium untuk melakukan eksperimen.
Masih banyak teori-teori lain yang dapat dijadikan landasan dalam pengembangan kurikulum. Jika diantara teori belajar ternyata ada yang tidak disetujui, maka sebaiknya diadakan diskusi, sehingga dapat menyusun program yang betul-betul aktual.
Langkah kedua :
Mengidentifikasi kompetensi
Kompetensi-kompetensi harus dijabarkan secara khusus dan telah divalidasikan serta di tes sejauhmana kontribusinya terhadap keberhasilan dan efktifitas belajar megajar. Hasil penelitian seringkali ikut membantu dalam mengidentifikasi kompetensi, kita dapat menggunakan beberapa model pendekatan diantaranya :
a. Pendekatan analisis tugas (task analysis) untuk menentukan daftar kompetensi. Berdasarkan analisis tugas-tugas yang harus dilakukan oleh guru di sekolah/madrasah sebagai tenaga professional, yang pada giliranya ditentukan kompetensi-kompetensi apa yang diperlukan , sehingga dapat pula diketahui apakah seorang siswa telah melakukan tugasnya sesuai dengan kompetensi yang dituntut kepadanya. Kompetensi dasar berfungsi untuk mengarahkan guru dan fasilitator mengenai target yang harus dicapai dalam pembelajaran. Daftar kompetensi ini dapat disusun setelah mengadakan serangkaian diskusi atau menilai.
b. Pendekatan the needs of school learners (memusatkan perhatian pada kebutuhan-kebutuhan siswa di sekolah). Langkah pertama dalam pendekatan ini adalah bertitik tolak dari ambisi, nilai-nilai dan pandangan para siswa. Hal ini menjadi landasan dalam mengidentifikasi kompetensi. Jadi pendekatan ini berdasarkan asumsi bahwa terdapat hubungan yang erat sekali antara persiapan guru dan hasil yang diinginkan siswa.
c. Pendekatan berdasarkan asumsi kebutuhan masyarakat. Dengan menspesifikasikan kebutuhan masyarakat, terutama masyarakat sekolah, maka selanjutnya disusun program pendidikan. Pendekatan ini berdasarkan asumsi, bahwa pengetahuan tentang masyarakat yang nyata dan penting itu dapat diterjemahkan menjadi program sekolah para siswa yang pada giliranya dituangkan ke dalam program pembelajaran. Kelemahan dari pendekatan ini ialah bahwa sangat sulit menemukan kebutuhan masyarakat yang tepat, tetap serta lengkap, sehingga begitu program dilaksanakan pada waktu itu mungkin kebutuhan masyarakat telah berubah.
Hal senada juga dikemukakan oleh Ashan (1981:57) dalam Mulyasa (2004:8) bahwa analisis kompetensi dilakukan melalui proses:
1. Analisis tugas. Analisis tugas dimaksudkan untuk mendeskripsikan tugas-tugas yang harus dilakukan ke dalam indikator-indikator kompetensi. Berdasarkan analisis tugas yang harus dipelajari oleh siswa, dikembangkan berbagai jenis pengetahuan yang menuntut dicantumkan kompetensi-kompetensi yang diperlukanya (daftar kompetensi).
2. Pola analisis. Pola analisis dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan baru yang belum ada. Pola analisis dilakukan dengan menganalisis setiap pekerjaan yang ada di masyarakat dengan keterampilan-keterampilan yang dimiliki oleh para siswa. Selanjutnya dikembangkan keterampilan-keterampilan baru yang belum dimiliki oleh para siswa, yang dipandang lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan.
3. Research. Research (penelitian) dimaksudkan untuk mengembangkan sejumlah kompetensi berdasarkan hasil-hasil penelitian , dan diskusi. Penelitian dan diskusi ini melibatkan berbagai ahli yang memahami kondisi serta perkembangan masa kini dan masa yang akan datang. Berdasarkan pemahaman terhadap kondisi serta perkembangan masa kini dan masa yang akan datang, diidentifikasikan sejumlah kompetensi yang diperlukan untuk dikuasai oleh individu dalam menempuh kehidupan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zaman.
4. Expert judgement. Expert judgement atau pertimbangan ahli dimaksudkan utnuk menganalisis kompetensi berdasarkan pertimbangan para ahli. Expert judgement ini bisa dilakukan melalui teknik Delphi, sebagai suatu cara untuk memprediksi masa depan berdasarkan pandangan dan analisis pakar ditinjau sari berbagai sudut pandang ilmu. Kelebihan dari teknik Delphi antara lain bahwa yang melakukan analisis dan prediksi masa depan adalah mereka yang telah memiliki wawasan dan pengetahuan yang handal dalam bidangnya.
5. Individual group interview data. Analisis kompetensi berdasarkan wawancara, baik secara individu maupun kelompok dimaksudkan utnuk menemukan informasi tentang kegiatan, tugas-tugas, dan pekerjaan yang diketahui oleh seseorang atau sekelompok orang dalam bentuk lisan. Dengan komuniksi dua arah, penggunaan wawancara diharapakan untuk memperoleh informasi yang diinginkan oelh pewawancara melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
6. Role Play. Role play ini dimaksudkan untuk melakukan analisis kompetensi berdasarkan pengamatan dan penilaian terhadap sejumlah orang yang melakukan peran tertentu. Melalui kegiatan ini diharapkan diperoleh sejumlah peran tertentu yang ada di masyarakat, sebagai bahan untuk mengidentifikasi kompetensi yang perlu dikembangkan dan dimiliki oleh murid.
Langkah ketiga :
Menggambarkan Secara spesifik Kompetensi-kompetensi
Kompetensi-kompetensi yang telah ditentukan lebih diperkhusus dan dirumuskan menjadi eksplisit dan dapat diamati. Selain itu dipertimbangkan masalah target populasinya dalam konteks pelaksanaanya, hambatan-hambatan program, waktu pelaksanaan dan parameter sumber.
Langkah keempat :
Menentukan tingkat-tingkat criteria dan jenis assessment
Menentukan jenis-jenis penilaian yang akan digunakan dimaksudkan untuk mengukur ketercapaian kompetensi. Hal ini sangat penting dalam pengembangan program pembelajaran. Jika tujuan sederhana dan jelas, maka tidak begitu sulit untuk menentukan criteria keberhasilan dan kondisi yang diperlukan untuk mempertunjukan bahwa kompetensi telah dikuasai. Akan tetapi kebanyakan kompetensi itu bersifat kompleks dan mengandung variabel yang cukup sulit untuk dinilai. Kompetensi-kompetensi itu diwarnai oleh karakteristik guru dan bermacam-macam suasana sambutan murid, baik secara individual maupun kelompok terhadap stimulasi yang sama. Oleh karena itu harus disusun seperangkat indicator dan jangan hanya satu perangkat karena akan mengakibatkan program menjadi kaku. Tersedianya berbagai alternative penilaian yang disiapkan oleh guru menunjukan kesiapan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Langkah kelima :
Pengelompokan dan penyusunan tujuan pembelajaran
Pada langkah kelima ini dilakukan penyusunan sesuai dengan urutan maksud-maksud instruksional setelah langkah pertama sampai keempat menguraikan deskripsi logis program yang di dalamnya memuat kompetensi-kompetensi minimal, sub kompetensi dan bentuk assessment.
Sebagai pertimbangan atau landasan dalam rangka penyusunan pengaturan tersebut adalah :
a. Struktur isi yang dimuat dari pengertian-pengertian sederhana sampai dengan prinsip-prinsip yang kompleks.
b. Lokasi dan fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan macam-macam kegiatan. Beberapa kompetensi bertalian dengan masukan kognitif dan dilangkapi dengan media pembelajaran, sedangkan kompetensi lainya mungkin memerlukan simulasi.
Langkah keenam :
Desain strategi pembelajaran
Program instruksional disusun bertalian dengan kompetensi yang telah dirumuskan dan secara logis dikembangkan setelah kompetensi ditentukan. Model instruksional adalah seperangkat pengalaman dengan maksud memberikan fasilitas kepada para siswa untuk mengembangkan kompetensi. Pada umumnya format modul terdiri dari 5 bagian utama, yaitu:
a. Prospektus, memuat pernyataan yang jelas tentang rasional asumsi-asumsi pokok yang menjadi landasan, hubungan antara modul datu dengan modul lainya dan dengan keseluruhan program.
b. Tujuan atau seperangkat tujuan yang harus dirumuskan dengan jelas dan tidak membingungkan.
c. Pre assessment yang meliputi assessment diagnostic terhadap sub kompetensi atau tujuan-tujuan modul
d. Kegiatan-kegiatan yang merupakan alternative instruksional untuk mencapai kompetensi, alternative yang dapat dipilih oleh siswa berdasarkan asumsi bahwa para siswa bersikap accountable terhadap kompetensi, bukan semata-mata ikut berpartisipasi.
e. Post assessment, untuk mengetahui keberhasilan modul. Modul tidak mengisolasi kurikulum, melainkan bersifat luwes dan menggunakan startegi instruksional terpadu. Efektivitas modul tergantung pada kreativitas, kepandaian, kecakapan para pengembangnya.
Langkah ketujuh :
Mengorganisasikan sistem pengelolaan
Program-program yang bersifat individual menuntut sistem pengelolaan yang berguna melayani bermacam-macam kebutuhan siswa. Adanya bermacam-macam tujuan berbagai alternatif kegiatan, menjadikan sistem instruksional dan sistem bimbingan lebih unik.
Sebagaimana kita ketahui program pembelajaran berbasis kompetensi lebih mengutamakan suasana real (field setting) dimana sangat dibutuhkan kerjasama dan dibutuhkan persetujuan inter-institusional. Tanggungjawab pendidikan bukan hanya menjadi tanggungjawab guru, tetapi juga oleh lembaga-lembaga lainya seperti: lembaga professional, wakil-wakil masyarakat, murid dan institusi lainya.
Mengingat belajar adalah merupakan proses bagi siswa dalam membangun gagasan atau pemahaman sendiri, maka kegiatan belajar mengajar hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan hal tersebut dengan lancar dan penuh motivasi. Suasana belajar yang diciptakan oleh guru harus melibatkan siswa secara aktif, mengalami, bertanya dan mempertanyakan, menjelaskan, dan sebagainya. Menghargai usaha siswa walaupun hasilnya belum memuaskan dan menantang siswa sehingga berbuat dan berpikir merupakan contoh strategi yang memungkinkan siswa menjadi pelajar seumur hidup. Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas, maka sangat diperlukan praktek pengelolaan dan sistem pengelolaan yang didesain cermat.
Langkah kedelapan :
Melaksanakan percobaan program


Langkah kesembilan :
Menilai desain pembelajaran
Pelaksanaan terhadap sebuah desain intruksional, lazimnya mencakup empat aspek, yaitu:
a. Validasi tujuan dalam hubungan dengan peranan pendidik yang diproyeksikan.
b. Tingkat-tingkat kriteria dan bentuk-bentuk assessment.
c. Sistem instruksional dalam hubunganya dengan hasil belajar.
d. Pelaksanaan organisasi dan pengelolaan dalam hubungan dengan hasil tujuan.
Pada prinsipnya pelaksanaan penilaian harus dilakukan sejak awal dan kontinyu karena merupakan bagian integral dalam pengembangan program.
Langkah kesepuluh :
Memperbaiki program
Setiap program sesungguhnya tidak pernah tersusun dengan kondisi sampurna, termasuk desain instruksional berbasis kompetensi. Akan tetapi senantiasa terbuka untuk perbaikan dan perubahan berdasarkan umpan balik dari pengalaman-pengalaman. Hal ini senada dengan pendapat Houston : “continual refinement of every aspect of the program is characteristic of the systemic approach which undergirds most CBE programs. This includes modifying as well as changing instructional strategies and management system to make them more useful”.
B. Langkah – Langkah Dalam Mendesain Pembelajaran
Salah satu model desain pembelajaran adalah model Dick and Carey (1985). Langkah–langkah Desain Pembelajaran menurut Dick and Carey adalah:
  1. Mengidentifikasikan tujuan umum pembelajaran.
  2. Melaksanakan analisi pembelajaran
  3. Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa
  4. Merumuskan tujuan performansi
  5. Mengembangkan butir–butir tes acuan patokan
  6. Mengembangkan strategi pembelajaran
  7. Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran
  8. Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif
  9. Merevisi bahan pembelajaran
  10. Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif.
Model Dick and Carey terdiri dari 10 langkah. Setiap langkah sangat jelas maksud dan tujuanya sehingga bagi perancang pemula sangat cocok sebagai dasar untuk mempelajari model desain yang lain. Kesepuluh langkah pada model Dick and Carey menunjukan hubungan yang sangat jelas, dan tidak terputus antara langkah yang satu dengan yang lainya. Dengan kata lain, system yang terdapat pada Dick and Carey sangat ringkas, namun isinya padat dan jelas dari satu urutan ke urutan berikutnya.
Langkah awal pada model Dick and Carey adalah mengidentifikasi tujuan pembelajaran. Langkah ini sangat sesuai dengan kurikulum perguruan tinggi maupun sekolah menengah dan sekolah dasar, khususnya dalam mata pelajaran tertentu di mana tujuan pembelajaran pada kurikulum agar dapat melahirkan suatu rancangan pembangunan. Penggunaan model Dick and Carey dalam pengembangan suatu mata pelajaran dimaksudkan agar (1) pada awal proses pembelajaran anak didik atau siswa dapat mengetahui dan mampu melakukan hal–hal yang berkaitan dengan materi pada akhir pembelajaran, (2) adanta pertutan antara tiap komponen khususnya strategi pembelajaran dan hasil pembelajaran yang dikehendaki, (3) menerangkan langkah–langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan perencanaan desain pembelajaran


Penilaian Formatif


Pendahuluan
Di tiap tahun belum terevaluasi oleh murid dan diperbaiki sebelum disebarkan. Pengajaran lain telah menunjukkan bahwa percobaan dengan seorang dan perbaikan materi pengajaran ada bahan-bahan pokok dapat membuat seuah perbedaan yang mencolok dalam keaktifan materi pengajaran. Oleh karena itu, komponen dari model rancangan bahan pengajaran ini menekankan pentingnya kumpulan data dari anggota target populasi dan keefektifan materi serta penggunaan informasi untuk membuat materi-materi lebih efektif.
Anda harus mencatat bahwa semua langkah-langkah rancangan dan pengembangan dalam proses menyusun bahan pengajaran adalah berdasarkan teori, penelitian, dan beberapa pemikiran yang umum. Pada bagian ini, Anda akan menjadi penilai dalam arti dalam mengumpulkan data tentang keefektifan dari materi pengajaran sendiri. Menurut model rancangan pengajaran yang sudah ada bahwa hasil dari materi pengajaran akan menghasilkan kemampuan pengajaran untuk murid yang sebelumnya tidak dapat ditunjukkan dalam akhir tujuan pengajaran yang lalu.
Secara khusus, kita berfikir bahwa penilaian formatif dan perbaikan sebagai sebuah langkah utama. Akan tetapi, untuk kemurnian dan titik berat pentingnya pemeriksaaan ulang keseluruhan proses merancang bahan pengejaran katika bahan pengajaran diperbaiki, kita telah memisahkan rancangan dan pelaksanaan penilaian formatif pengajaran dari proses perbaikan bahan pengajaran.
Dalam bab ini kita akan mendiskusikan bagaimana penerapan teknik penilaian formatif dengan kerangka proses pengajaran serta untuk dikombinasikan dengan tiga hal tersebut.


Pembahasan
Pengertian
Evaluasi formatif adalah proses perancangan untuk memperoleh data yang dapat digunakan untuk meninjau kembali instruksi agar lebih efisien dan efektif. Penekanan dalam evaluasi formatif adalah pada pengumpulan dan analisis serta revisi dari instruksi.
Ada tiga fase dasar evaluasi formatif. Pertama adalah evaluasi perorangan, evaluasi kelompok kecil, dan uji lapangan.
  1. One to One Evaluation (Evaluasi Perorangan), dalam tahap ini penyusunan bekerja dengan murid secara individu untuk memperoleh data untuk merevisi materi pengajaran.
  2. A Small Group Evaluation (Evaluasi Kelompok Kecil), kelompok yang terdiri dari delapan sampai dua puluh siswa yang mewakili dari populasi target yang mempelajari bahan pengajaran.
  3. A Field Trial (Uji Lapangan), tahap ini menekankan pada pengujian dari prosedur yang dibutuhkan untuk penerapan dari bahan pengajaran dalam situasi nyata.
Tiga tahap tersebut di dahului dengan mengkaji kembali bahan pengajaran yang secara khusus menarik yang secara tidak langsung termasuk dalam proses pengembangan bahan pengajaran.
Evaluasi Perorangan
Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengidentifikasi dan menghilangkan kesalahan yang nyata dalam bahan pengajaran, serta untuk menghasilkan reaksi awal pada pengajaran. Hal ini dicapai melalui interaksi langsung antara penyusun dan pembelajar. Selama tahap ini, evaluasi ini melibatkan 3 atau lebih peserta didik yang berinteraksi langsung dengan desainer.
Penentuan pelajar yang dilibatkan dalam evaluasi perorangan harus mewakili populasi target, baik segi kemampuan maupun karakteristik lainnya. Misal dari segi kemampuan, dipilih yang diatas rata-rata, rata-rata, dan di bawah rata-rata. Dilihat dari motivasi, dipilih yang motivasi positif, netral, dan negatif, atau kalau itu bukan pelajar bisa dipilih berdasarkan pengalaman, diatas sepuluh tahun, dua sampai lima tahun, dan yang baru setahun.
Penyusunan bahan pengajaran telah menemukan atau membuat proses berharga dalam persiapan materi. Ketika pengajar menemukan bahan pengajaran berupa kesalahan yang berhubungan dengan pembuatan, tidak tercantumnya isi, kesalahan halaman, grafik yang tidak sesuai dengan label dan jenis lain, kesulitan-kesulitan tersebut dijadikan sebuah pemikiran untuk perancang. Anda dapat menggunakan semua informasi untuk memperbaharui bahan pengajaran dan memperbaiki kesalahan yang mencolok menjadi kesalahan yang kecil.
Evaluasi perorangan secara umum bergantung pada kemampuan penyusun untuk membuat hubungan dengan pelajar yang kemudian akan berinteraksi secara efektif terhadap reaksi yang muncul. Halmallmark menyampaikan kritikannya tentang evaluasi perorangan ini. Menurutnya, kekuatan dari proses ini adalah seorang penyusun bahan pengajaran harus berkata “Beri tahu aku jika Anda mempunyai masalah” daripada penyusun harus menentukan melalui membaca atau mendiskusikan dengan pembelajar. Dialog mungkin hanya terfokus pada pertanyaan yang ada dalam tes atau hanya mempertimbangkan poin-poin khusus yang dibuat dalam proses belajar mengajar. Sebelum evaluasi perorangan ini terjadi, penyusun harus mempunyai sebuah strategi interaksi yang dipakai dan bagaimana pengajar mengetahui apakah ini pembicaraan yang tepat dengan penilaian.
Prosedur yang khas dalam evaluasi perorangan adalah untuk menjelaskan kepada para pelajar tentang bahan pembelajaran. Reaksi pembelajar terhadap materi, mengetahui kekurangan materi, mengerjakan soal-soal, mencatat waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan materi. Pebelaajar akan menemukan kesalahan ketik, kelalaian konten, halaman yang hilang, grafik yang berlabel tidak tepat, tidak sesuai link di halaman web mereka, dan jenis lainnya. Kesulitan memahami urutan belajar, konsep belajar, dan soal-soal yang diberikan (http://kuliahemka.wordpress.com/2010/03/03/lankah-kedelapan-model-dick-carey/).
Setelah siswa menyelesaikan bahan pengajaran, mereka harus meninjau, mengkaji kembali inti pengajaran dan daftar pertanyaan dengan cara yang sama. Setelah masing-masing siswa menyelesaikannya, tanyakan mengapa mereka membuat pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Desainer akan menemukan tidak hanya kesalahan tetapi juga kenapa terjadi kesalahan. Informasi ini dapat sangat membantu selama proses revisi. Proses untuk mengevaluasi kinerja, produk, dan sikap dan pada akhirnya untuk merevisi pembelajaran termasuk butir-butir soal yang ada.
Salah satu kepentingan desainer selama evaluasi perorangan adalah untuk menentukan jumlah waktu yang diperlukan bagi pelajar untuk menyelesaikan instruksi. Hanya perkiraan secara kasar akan dapat menghasilkan hasil dari penilaian perorangan karena mencakup interaksi antara pengajaran dan penyusun. Namun, berdasarkan pengalaman, perkiraan waktu dapat menjadi tidak terwujud. Harus diingat bahwa tanpa pengajaran maka tidak akan ada penilaian formatif.
Dalam menginterpretasi data, Informasi tentang kejelasan instruksi, dampak pada pembelajar, kelayakan instruksi perlu diringkas dan terfokus. Aspek-aspek tertentu dari instruksi yang ditemukan untuk menjadi lemah kemudian dapat dipertimbangkan dalam rangka rencana revisi yang mungkin untuk meningkatkan instruksi untuk pelajar serupa.
Hasil dari evaluasi perorangan adalah instruksi bahwa :
1)      Berisi kosa kata yang sesuai, kompleksitas bahasa, contoh, dan ilustrasi untuk peserta didik;
2)      Baik menghasilkan sikap dan prestasi pelajar, atau direvisi dengan tujuan meningkatkan pelajar sikap atau kinerja selama percobaan berikutnya, dan
3)      Layak digunakan dengan pembelajar, sumber daya, dan pengaturan yang ada. Instruksi lebih lanjut dapat disempurnakan dengan menggunakan kelompok kecil cobaan (http://kuliahemka.wordpress.com/2011/10/03/langkah-kedelapan-model-dick-carey/).


Evaluasi Kelompok Kecil


Evaluasi kelompok kecil terdiri dari 8 – 20 orang pembelajar. Jika jumlahnya kurang dari delapan, data yang dihasilkan mungkin tidak mewakili target populasi. Sedangkan jika lebih banyak dari dua puluh maka akan menemukan data dari penambahan pengajaran, tidak menghasilkan sesuatu penambahan informasi yang penting. Dimungkin untuk memilih secara acak dalam populasi target. Mungkin desainer perlu mengikutkan pembelajar yang telah ditetapkan untuk mewakili kelompok, misalnya pembelajar yang prestasinya rendah, rata-rata, tinggi, atau yang terbiasa dengan prosedur tertentu misalnya berbasis komputer, web dan yang tidak, atau yang muda, berpengalaman. Contohnya seperti sub-kelompok yaitu,
š Rendah, merata, dan nilai prestasi tinggi para siswa.
š Pelajar dengan bahasa yang bermacam-macam
š Pelajar yang mengenal prosedur tertentu.
š Laki-laki dan perempuan
š Pelajar yang lebih muda, yang berpengalaman, dan pelajar yang dewasa.
Prosedurnya, guru memulai dengan menjelaskan kemudian pembelajar diberikan pretest. Pada pelaksanaan peran, guru sesedikit mungkin. Hanya dalam kasus ketika perangkatnya gagal atau ketika pembelajar terhenti dalam proses pengajaran, pengajar harus turun tangan menanganinya.  Setiap pelajar yang kesulitan dalam proses dan bagian dan solusi harus jelas dicatat sebagai bagian dari revisi data.
Langkah tambahan dari evaluasi adalah kuesioner sikap untuk mendapatkan tanggapan pembelajar, kelemahan, dan kelebihan dalam strategi pembelajaran. Oleh karena itu pertanyaan dalam kuesioner minimal mencakup :
š Apakah instruksi menarik?
š Apakah Anda mengerti apa yang Anda harus dipelajari?
š Apakah bahan-bahan yang berkaitan langsung dengan tujuan?
š Apakah latihan-latihan praktek memadai?
š Apakah latihan-latihan praktek relevan?
š Apakah benar-benar tes mengukur pengetahuan tentang tujuan?
š Apakah anda menerima umpan balik yang memadai pada latihan-latihan praktis?
š Apakah Anda merasa percaya diri ketika menjawab pertanyaan di tes?
š Apakah pengayaan dan materi remedial memuaskan?
Data kuantitatif dan informasi yang dikumpulkan selama evaluasi dirangkum dan dianalisis. Data kuantitatif terdiri dari skor tes serta persyaratan waktu dan biaya proyeksi. Informasi deskriptif terdiri dari komentar yang dikumpulkan dari sikap kuesioner, wawancara, atau evaluator catatan tertulis selama proses evaluasi.
Hasil dari evaluasi kelompok kecil mungkin perbaikan instruksi yang sederhana, seperti mengubah contoh dan kosa kata dalam tes item atau meningkatkan jumlah waktu yang dialokasikan untuk studi. Atau mungkin memerlukan perubahan besar dalam strategi pengajaran (misalnya, strategi motivasi, urutan tujuan, pengiriman instruksional format), atau dalam sifat informasi yang disajikan kepada peserta didik (http://kuliahemka.wordpress.com/2011/10/03/langkah-kedelapan-model-dick-carey/).
Evaluasi Uji Lapangan
Dalam tingkatan akhir penilaian formatif, mencoba untuk menggunakan sebuah situasi pengajaran yang menyerupai pokok penggunaan materi pengajaran. Tujuan dari penilaian formatif terakhir yaitu uji lapangan adalah untuk efektivitas perubahan pada evaluasi kelompok kecil dan instruksi dapa digunakan pada kontek belajar yang sebenarnya.
Dalam penentuan lokasi evaluasi dan pemilihan pelajar, uji lapangan dapat dicobakan pada kelompok besar yang terdiri dari 30 orang yang dipilih secara acak yang berbeda. Anda harus mengidentifikasi sebuah kelompok yang bersedia berpartisipasi dalam uji lapangan. Kelompok tersebut haruslah disiplin untuk memastikan bahwa mewakili dari target populasi untuk materi yang sesungguhnya. Atau pada kelas perorangan tetapi akan menemui kesulitan karena pembelajar akan tersebar. Kesulitannya adalah untuk menemukan sebuah kelompok yang cukup besar dari pelajar yang siap untuk menerima bahan pengajaran karena pengajaran akan menyebar dalam materi yang mereka pelajari.
Prosedur uji lapangan hampir sama dengan kelompok kecil. Perbedaan pada peran desain yang harus dikurangi atau dihilangkan diganti dengan peran guru, oleh karenanya guru harus dilatih dulu. Mungkin setelah evaluasi kelompok kecil pretest dan posttest diubah atau dikurangi hanya menilai entry paling penting. Kuesioner difokuskan pada faktor-faktor lingkungan yang mungkin mengganggu pembelajaran. (http://kuliahemka.wordpress.com/2010/03/03/lankah-kedelapan-model-dick-carey/).


Pemilihan Materi dalam Evaluasi Formatif
Tujuan awal evaluasi formatif dengan menggunakan materi yang ada adalah untuk menentukan keefektifan bila diterapkan dalam suatu populasi atau dalam ruang kingcup tertentu, serta untuk mengidentifikasikan cara lain sebagai proses penambahan atau pengurangan materi atau prosedur pengajaran yang mungkin  bisa menciptakan keefektifan dari penerapan materi tersebut. Oleh karena itu, dalam prosedur evaluasi formatif memfokuskan pada pemilihan materi yang dirancang serta penerapannya dalam proses pengajaran.
Persiapan dalam penerapan materi yang akan digunakan dalam pengajaran, sebaiknya disesuaikan dengan materi yang telah ada. Suatu analisis seharusnya didokumentasikan dalam pengembangan materi, keefektifannya bila disampaikan pada suatu kelompok, serta keumuman penjelasan materi yang akan digunakan selama proses evaluasi terhadap suatu kelompok. Uraian tentang bagaimana materi seharusnya diterapkan dalam suatu proses pengajaran serta penjelasan penggunaan alat instrument yang dipakai dalam pengambilan nilai.


Penerapan materi pilihan memerlukan peran interaktif pengajar. Berimplikasi strategi memerlukan perngajar mencakup penyediaan materi-materi pengajaran. Oleh sebab itu, dalam setiap kurikulum, beberapa prosedur evaluasi dan jenis revisi yang sama diterapkan.
Pengumpulan
Berikut ini ada beberapa panduan yang sebaiknya dipertimbangkan dan direncanakan dalam tiap tahap evaluasi formatif. Hal yang terutama sekali yaitu mengumpulkan data yang diyakini bisa membantu dalam mengambil keputusan yang dapat meningkatkan proses pengajaran. Data tidak hanya diperoleh dari pelaksanaan evaluasi atau data yang sudah direvisi karena dapat membatasi cara pengajaran. Berikut ini data yang sebaiknya dikumpulkan :
1)   Data yang diperoleh dari tes bakat, tes awal, tes akhir dan tes yang dilampirkan.
2)   Komentar atau catatan dari pengajaran atas kesulitan dari materi yang disampaikan.
3)   Data yang dikumpulkan dengan bentuk pertanyaan atau komentar
4)   Waktu yang dibutuhkan si pelajar untuk melengkapi komponen pengajaran.
5)   Reaksi dari permasalahan pengajaran yang sering muncul.
Disetiap pengevaluasian, materi seharusnya mempertimbangkan teknik penggunaan media agar terciptanya keefektifan dalam pelakasanaannya. Hal tersbut harus diperhatikan karena pengajaran harus memastikan apakah media tersebut dapat digunakan secara efektif atau tidak, terlebih lagi bila data yang diperoleh tidak valid.
Hal ini juga merupakan tahap awal dalam evaluasi formatif, terutama dalam tahap evaluasi perorangan sehingga proses belajar mengajar menjadi hikmat dan pelajar terfokus kepada pengajar. Mereka lebih terkonsentrasi akan materi dan menciptakan suasana sebaik mungkin dan apabila siswa berjumlah banyak, evaluasi formatif agaknya kurang efektif.
Masalah yang perlu diperhatikan ialah mengenai pemilihan peserta yag mengikuti kegiatan sebaiknya dinilai pengetahuan mereka oleh pengajar. Ketika pengajar telah memperoleh informasi dari tes bakat dan tes awal pengetahuan para peserta ujian, mungkin beberapa kali akan mengalami kesulitan untuk menetukan apakah para peserta tersebut mahir atau tidak menguasai pelajaran yang telah dipelajari.
Evaluasi formatif perorangan disusun sebaiknya menggunakan tiga orang peserta. Satu hal akhir yang harus diperhatikan adalah siapkan diri untuk memperoleh informasi yang menunjukkan bahwa bahan belum efektif seperti yang dipikirkan bila telah mengembangkan proses pengajaran.
Sebaiknya mencatat jalannya proses evaluasi perkembangan positif umpan balik, dari para siswa yang mungkin memberikan sedikit informasi tentangbagaimana harus mengembangkan materi. Umpan balik positif hanya menunjukkan bahwa apakah “Materi yang diterapkan kepada siswa sudah efektif?” dan pada akhirnya “Materi apa yang lebih efektif dan sesuai dengan motivasi dan kemampuan para siswa?” Selama menjalani proses evaluasi formatif, lebih baik jika meninjau terlebih dahulu materi-materi yang telah dikembangkan oleh pengajar lainnya. Sehingga dapat membantu untuk mengembangkannya.
Contoh-contoh
Berikut ini beberapa informasi yang dapat digunakan untuk berpikir atau untuk acuan tentang proyek Anda. Anda dapat mengidentifikasi kegiatan-kegiatan lainnya ketika Anda menerapkan proyek kerja Anda. Contohnya pada kegiatan evaluasi formatif tes perorangan, melibatkan para peserta dan populasi target,
1)   Mengidentifikasi siapa siswa Anda, target populasi apa yang sebaiknya diterapkan?
2)      Susunan pengajaran untuk siswa
3)      Melaksanakan proses diskusi mengenai materi yang ada
4)      Pengevaluasian tes yang telah disusun untuk mengukur kemampuan siswa
  1. Dapatkah siswa mengartikan perintah tersebut?
  2. Apakah siswa mengerti permasalahan tersebut?
  3. Dapatkah siswa mengaplikasikan keterampilan yang ada?
5)   Diskusilah dengan siswa yang dalam pengajaran
  1. Perintahkan siswa untuk menulis kesulitan yang ada dalam permasalahan tersebut.
  2. Jika siswa gagal memahami materi penjelasan yang ada, cobalah memberikan penjelasan yang lainnya.
  3. Berilah catatan berupa contoh, iliustrasi, dan informasi yang mungkin diperlukan tambahan dalam pelaksanaan evaluasi formatif.
Kesimpulan
Penyusunan evaluasi-evaluasi formatif bertujuan:
  1. Untuk menentukan keefektifan suatu materi bila diterapkan dalam suatu populasi dalam ruang lingkup tertentu.
  2. Menjelaskan tujuan dan berbagi tingkatan bentuk penilaian dari materi pengajaran dan instrument yang digunakan.
  3. Pengembangan dari rencana bentuk penilaian
  4. Merupakan kumpulan data menurut rencana sebuah bentuk penilaian


Definisi evaluasi formatif
Evaluasi formatif adalah suatu proses pengajaran dimana pengajaran menggunakan data yang diperoleh untuk meninjau kembali bahan pengajaran agar lebih efektif dan efesien.
Tiga tahap utama:
1)      Evaluasi perorangan
2)      Evaluasi kelompok kecil
3)      Uji lapangan
  1. 1. Evaluasi Perorangan
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan menghilangkan kesalahan yang nyata   dalam bahan pengajaran dan menghilangkan reaksi awal pada daya pengajaran. Perbedaannya dengan yang lain, evaluasi perorangan secara total bergantung pada kemampuan penyusun untuk mengadakan hubungan dengan pengajaran dan berinteraksi secara efektif.
Kelemahannya (kritikan Hallmark) :
1)      Kekuatan dari prosese ini berkurang, karena penyusun kurang membaca bahan-bahan yang dapat mendukung diskusi dari bahan yang dipresentasikan.
2)      Dialog hanya terfokus pada bahan yang ada dalam kelas.
3)      Diharuskan penyusun mempunyai strategi bagaimana berinteraksi dengan siswa.
4)      Setelah siswa menyelesaikan bahan pengajaran, pengajar harus mengevaluasi kembali inti pegajaran dan daftar pertanyaan dengan cara yang sama.
Kelebihannya adalah hanya dengan menggunakan penilaian kasar akan dapat menjadi hasil dari penilaian evaluasi perorangan.
  1. 2. Evaluasi Kelompok Kecil
Tujuan utama :
1)      Menentukan keefektifan dari perubahan yang dibuat
2)      Pengejaran dapat menggunakan bahan pengajaran tanpa harus berinteraksi dengan pengajaran.
Kelemahannya :
1)      Masalah yang timbul jika populasi yang diambil merupakan sekumpulan orang dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda.
2)      Jika perangkat gagal dan tidak dapat diteruskan maka pengajar harus turun tangan menanganinya.
Kelebihannya adalah kegiatan ini merupakan mengidentifikasi tanggapan mereka, kelemahan, dan kekuatan dalam pelaksanaan strategi pengajaran.
3) Uji Lapangan
Tujuan dari uji lapangan adalah untuk menentukan jika perubahan yang dibuat setelah teingkatan kelompok kecil telah efektif dan jika bahan pengajaran yang digunakan adalah sesuai dengan yang diharapkan. Dalam mengambil tempat untuk uji lapangan kemungkinan besar akan berhadapan dengan satu dari dua situasi :
1)      Materi yang diujicobakan di dalam kelas mewakili kelompok besar, jika menggunakan materi pengajaran sendiri mungkin dapat menjadi pengalaman yang baru.
2)      Jika materi pengajarn yang diberikan berbeda , maka akan cukup sulit untuk menentukan sebuah kelompok yang cukup besar yang siap untuk bahan pengajaran karena materi akan menyebar di materi yang mereka pelajari.
Pemilihan Materi dalam Evaluasi Formatif
v  Persiapan dalam penerapan materi yang akan digunakan dalam pengajaran sebaiknya disesuaikan dengan materi yang ada.
v  Pengajar sebaiknya berperan sebag ai administer dalam pelaksanaan tes.
v  Pengagajar yang mengadakan praktek sebaiknya mampu menyelidiki kemajuan bakan sipembelajar dalam memahami materi.
v  Pengajar sebaiknya menghitung waktu yang digunakan dalam pengadaan evaluasi.
Berikut ini ada beberapa data panduan yang harus dikumpulkan yang dapat membantu dalam mengambil keputusan  dalam meningkatkan proses pengajaran :
  1. Data yang diperoleh dari tes bakat, tes awal, tes akhir, dan tes yang dilampirkan.
  2. Komentar atau catatan dari pengajaran.
  3. Data yang dikumpulkan dengan bentuk pengajaran.
  4. Waktu yang dibutuhkan si pembelajar pengajaran untuk melengkapi komponen pengajaran
  5. Reaksi dari masalah pengajaran yang sering muncul.
Daftar Pustaka
Dick dan Walter Carey. 1985. The Systematic Design of Instruction. USA : Scott Foresman and Company (Chapter 10 halaman 196-218).
Muhamad Khotib, 2009. Lankah Kedelapan Model Dick Carey. http://kuliahemka.wordpress.com/2010/03/03/lankah-kedelapan-model-dick-carey/. Dikutip pada tanggal 03 Oktober 2011.